POTENSI SENI & BUDAYA

TARI TOPENG DAN MACAPAT

   Tari topeng ini telah lama dikenal oleh masyarakat Malang dan dahulu tari ini merupakan tradisi yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Setiap orang yang mengadakan upacaraatau pesta, selalu diawali dengan tari Beskalan. Tari ini memiliki maksud sebagai pembuka dalam acara tersebut. Sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, Tari Topeng yang merupakan Identitas dari malang mulai ditinggalkan. Banyak kaum muda yang sudah enggan untuk melanjutkannya karena, merasa bahwa tari tersebut kunodan ketinggalan jaman. Hanya sebagaian kecil yang mau meneruskanya, itupun karena orang tua mereka ataupun dekan dengan penari topeng. Kini tari topeng hanya memiliki sedikit penari yang bisa memainkanya, dan umur merekapun sudah terlalu tua untuk menari dengan baik. Menyikapi hal ini beberapa seniman topeng membuat suatu tempat pendidikan tari.Seperti diDusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, berdiri sebuah padepokan kesenian tari topeng Malangan Asmorobangun, yang di pimpin oleh Karimun. Laki-laki yang sudah umurnya menginjak kepala delapan ini,telah lama malang melintang di dunia tari.Atas kesadarannya akan tari topeng yang kian hari semakin ditinggalkan generasi muda, dibuatlah padepokan itu. Dengan usaha yang gigih tidak mengenalwaktu, Karimun yang biasa dipanggil Mbah Mun ini,memberikan ilmu tari tersebut kepada pemuda yang tertarik tanpa memungut biaya. Selain di Kedungmonggo,padepokan yang sama juga didirikan di Desa Tulusbesar Kecamatan Tumpang yang dipimpin oleh Muhammad Soleh. Sedangkan di Kecamatan jabung kesenian malah mendapat perhatian besardari masyarakat yang tergolong jauh dari pusat kota. Banyak anak kecil yang telah mahir untuk memainkan tari tersebut.

MACAPAT

    Selain kesenian tari topeng malangan,seni membacakan suatu cerita dengan dilagukan juga pernah berkembang di Malang yaitu Macapat. Seni membacakan cerita dengan di lagukan ini memiliki beberapa versi cerita diantaranya Layang Amat Mukamad dan Layang Yusuf. Layang atau (cerita)Amat Mukamat ini menceritakan tentang perjalanan dua bersaudara Amat dan Mukamat dari kejaran seorang juragan yang menuduh mereka mencuri makananya.Dalam pembacaan cerita ini kadang diselingi dengan guyonan (canda) dari para pembaca ketika menceritakan dialog yang terjadi dalam cerita itu. Sedangka Layang Yusuf memiliki alur cerita yang hampir sama dengan kisah Nabi Yusuf dalam agama Islam. Kesenian ini memiliki banyak versi, selain di Malang,Macapat juga berkembang di daerah Karangasem,Bali. Kesenian yang di gunakan sebagai alat untuk penyebaran agama Islam di Pulau Jawa olekh para wali ini berkembang pada abad ke -XIV.Ada beberapa kitab yang sampai saat ini masih belum dapat dibacakan secara bebas karena,isi cerita dari kitab tersebut masih dianggap kontrofersial . Cerita ini sering dibacakan dalam acara selamatan (pesta masyarakat untuk memanjatkan doa ) menempati rumah baru atau memiliki anggota baru. Kini pembaca yang bisa dengan fasih membacakan sudah jarang, tinggal beberapa saja dan lanjut usia tua. Sutrisno , Sawab dan Wagimun adalah tiga pembaca yang biasa membawakan Macapat ini berada di Desa Gelagadowo, Kecamatan Tumpang sepertui halnya Mbah Mun, ketiga serangkai ini tengah berusaha menghidupkan kembali kesenian yang hampir mati tersebut. Kekayaan kesenian Malang ini perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah terutama masyarakat dan generasi muda , karena tidak dilakukan akan hilang dan generasi penerus hanya tahu ceritanya saja. Sebagian seniman yang masih peduli dengan kesenian khas Malang, berusaha untuk melestarikan dengan mengundang dalam beberapa acara kesenian di Malang.

Share this Post: