PADHEPOKAN SENI ASMORO BANGUN

Kecamatan Pakisaji

 

Sebelum meninggal, Mbah Karimun sempat mati-matian membuat padepokan Topeng Malangan Asmoro Bangun. Untungnya, sang cucu, Handoyo, sudah mewarisi hampir semua keahlian yang pernah ditularkan Mbah Karimun. Mulai dari membuat kerajinan topeng hingga menari Topeng Malangan. Bekal itulah membuat Handoyo memiliki kepercayaan dalam menjaga dan melestarikan tari Topeng Malangan di Sanggar Asmoro Bangun dengan mengajarkan kepada siapapun yang mau belajar. Mulai dari warga sekitar maupun di luar Pakisaji. Bahkan aktivitas mengajar tari telah dijalani Handoyo jauh sebelum Mbah Karimun meninggal. Tepatnya tahun 2000. Jadi Handoyo pernah mengajar bersama Mbah Karimun. Handoyo sendiri merupakan satu-satunya cucu yang mewarisi ilmu Topeng Malangan.

 

Selama melatih, Handoyo tidak mematok tarif alias gratis. Ini dilakukan, karena lelaki berusia 34 tahun ini merasa sulit mendapatkan orang yang memiliki kepedulian untuk belajar seni tari topeng. Karena digratiskan, konsekuensinya dia bersama istrinya harus bekerja ekstra untuk menutupi biaya operasional sanggar. Selama ini dia hanya mengandalkan dari hasil penjualan kerajinan topeng. Seiring berjalannya waktu, dia merasa bersyukur karena tingkat permintaan kerajinan topeng terus meningkat.

 

Baik untuk aksesori hotel, perhiasan rumah hingga suvernir untuk pernikahan. Bahkan rata-rata permintaan setiap bulan nilainya sekitar Rp 5 juta. Ini menunjukkan bahwa kerajinan topeng mulai disukai banyak orang.

Khusus pertunjukkan, digelar pertunjukkan tari topeng setiap malam Senin Legi yang dianggap sebagai hari sakral bagi warga di Dukuh Kedung Monggo.

Share this Post: